PPWI Kecam Keras Pencabutan Izin Liputan Jurnalis CNN: Tanda-Tanda Kebangkitan Rezim Otoriter di Bawah Pemerintahan Prabowo

AGARA NOW

- Redaksi

Senin, 29 September 2025 - 03:53 WIB

50167 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jakarta – Kebebasan pers kembali diguncang. Kali ini, kegaduhan datang dari Istana sendiri. Seorang jurnalis CNN Indonesia, Diana Valencia, dicabut kartu liputannya oleh Biro Pers, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden hanya karena menjalankan tugas: bertanya. Dan pertanyaannya pun bukan sembarangan—ia mempertanyakan tanggung jawab negara atas keracunan massal siswa-siswa sekolah akibat program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang dipelopori Badan Gizi Nasional. Tapi alih-alih dijawab dengan transparansi dan komitmen publik, pertanyaan itu berujung pada pembungkaman.

Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) tak tinggal diam. Lewat pernyataan keras yang dikirimkan ke berbagai media hari ini, Minggu (28/09), Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, mengecam tajam tindakan represif tersebut. Ia bahkan mendesak Presiden Prabowo Subianto segera memecat Kepala BPMI Setpres—pejabat yang, menurut Lalengke, telah dengan terang-terangan melanggar prinsip dasar demokrasi.

“Ini bukan sekadar pelanggaran etika birokrasi. Ini kriminal. Mencabut izin liputan dengan alasan karena jurnalis mengajukan pertanyaan adalah pelanggaran terhadap Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pelakunya bisa dijebloskan ke penjara selama dua tahun,” tegas alumnus Lemhannas RI itu dalam pernyataannya, menyindir bahwa rezim saat ini mulai bermain dengan api zaman Orde Baru.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Insiden itu terjadi dalam sesi doorstop di Bandara Halim Perdanakusuma, saat Prabowo baru saja tiba dari lawatan luar negeri. Diana menanyakan langkah konkret Presiden terkait peningkatan kasus keracunan yang menyeret program unggulan pemerintah itu. Jawaban diplomatis pun dilontarkan oleh Prabowo, yang menyebut akan memanggil Kepala BGN Dadan Hindayana untuk evaluasi. Namun hanya berselang beberapa jam, BPMI secara sepihak dan diam-diam mencabut akses liputan wartawan tersebut.

Langkah otoriter ini langsung mendapat sorotan dari berbagai sudut. Lembaga pers seperti AJI, IJTI, dan LBH Pers dalam pernyataan resminya menyebut tindakan itu sebagai bentuk terang-terangan pelecehan hukum dan pembungkaman kebebasan berekspresi. Sebuah indikasi mengerikan dari arah pemerintahan baru yang belum genap setahun berjalan.

Wilson Lalengke lebih jauh memperingatkan bahwa jika Presiden Prabowo tidak segera bertindak, masyarakat dengan sendirinya akan membuat penilaian: bahwa negara sedang kembali ke dalam terowongan gelap masa lalu. “Jika Presiden menolak memecat pejabat pelaku pelanggaran ini, berarti kita patut curiga bahwa pemerintahan ini sedang menjalankan taktik represif era Orde Baru. Hari ini kartu pers dicabut. Besok mungkin mikrofon disumpal. Lusa, ruang redaksi diserbu,” ujarnya.

Tak hanya serangan terhadap jurnalis, Lalengke menekankan bahwa tindakan BPMI adalah tamparan bagi rakyat luas. “Ini bukan semata-mata soal jurnalis CNN. Ini soal rakyat Indonesia yang diperdaya lewat pembungkaman sistematis. Membungkam wartawan sama saja dengan membungkam suara publik. Ini bukan republik jika kita tidak lagi bisa bertanya,” tegasnya lantang.

Konstitusi menjamin—dan negara seharusnya menghormati—hak setiap warga untuk mendapatkan informasi dan menyuarakan pertanyaan. Pasal 28F UUD 1945 tidak mengenal pengecualian untuk pertanyaan yang tidak menyenangkan. Dalam negara demokrasi, pertanyaan kritis bukan ancaman, melainkan kewajiban.

Kini bola panas ada di tangan Presiden Prabowo. Akankah ia berdiri di sisi kebebasan pers dan prinsip demokrasi yang ia sumpahi untuk bela, atau membiarkan insiden ini menjadi titik awal kemunduran sipil? Mata publik tak akan berpaling. Sejarah sedang merekam.

Berita Terkait

Minta Dana PI Digunakan untuk Kebutuhan Warga Jakarta, Josephine Simanjuntak Tekankan Asas Transparansi dan Efektivitas: Mas Pram Harus Segera Bentuk BUMD Khusus Energi
Relasi Aceh–Sumut Memanas, Presiden Prabowo Diharapkan Ambil Sikap atas Langkah Kontroversial Gubernur Sumut
Dari Pesisir ke Pusat Pemerintahan, Nelayan Desak Pemerintah Hapus PBB Laut
Komisi III DPR Desak Polisi Tindak Gubernur Sumut Terkait Razia Pelat Aceh
Demo Hari Tani Nasional Berjalan Lancar, Petani Tegaskan Tuntutan Reforma Agraria
Pembegalan Bersenjata Gegerkan Depan Pasar Aceh Lama, Pelaku Tinggalkan Samurai di Lokasi
Isu Ijazah Palsu Jokowi Kembali Muncul, Ade Armando: Bisa Jadi Ada Manuver Politik Terorganisir
Pasok BBM ke SPBU Swasta, Dirut Pertamina: Bukan Cari Untung, Ini Mandat Pemerintah

Berita Terkait

Rabu, 8 Oktober 2025 - 01:54 WIB

Bupati Aceh Tenggara Buka Sosialisasi Koperasi Merah Putih Syariah, Libatkan 1.040 Peserta

Senin, 6 Oktober 2025 - 04:49 WIB

93 Ribu Anak Yatim di Aceh Akan Terima Bantuan Pendidikan, Harapan Mulai Tumbuh

Senin, 6 Oktober 2025 - 04:28 WIB

Diduga Selewengkan Dana Desa Rp1 Miliar, Kepala Desa di Aceh Tenggara Dilaporkan Warga ke Kejaksaan

Senin, 6 Oktober 2025 - 04:26 WIB

Aceh Tenggara Krisis BBM, Warga Resah dan Antre Mengular di SPBU

Senin, 6 Oktober 2025 - 04:24 WIB

Pemain Sepak Bola Tarkam Tewas Dikeroyok, Keluarga Desak Tersangka Sipil Segera Ditahan

Senin, 6 Oktober 2025 - 04:20 WIB

Muslim Ayub Ajak Perangkat Kampung di Aceh Tenggara Dukung Pemerataan Pembangunan

Senin, 6 Oktober 2025 - 04:16 WIB

LSM Korek Kritik Dugaan Penyelewengan BBM di SPBU Lawe Desky Aceh Tenggara, Minta Regulasi Ditegakkan

Minggu, 5 Oktober 2025 - 20:41 WIB

Partai Aceh Konsolidasikan Kekuatan di Aceh Tenggara, Incar Satu Fraksi DPRK

Berita Terbaru