BANDA ACEH — Gubernur Aceh, Muzakir Manaf yang akrab disapa Mualem, mengeluarkan ultimatum tegas kepada seluruh pelaku tambang emas ilegal yang masih beroperasi di kawasan hutan Aceh. Dalam pernyataannya usai Rapat Paripurna bersama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) di Gedung Parlemen, Kamis (25/9), Mualem memberi tenggat waktu dua pekan bagi pelaku usaha tambang ilegal untuk menghentikan aktivitas dan menarik seluruh alat berat dari lokasi.
“Tambang emas yang saat ini ilegal dengan ada excavator atau beko dalam hutan, mulai hari ini, saya bagi amaran waktu untuk dikeluarkan dari hutan,” ujar Mualem di hadapan awak media.
Ia menegaskan bahwa jika dalam dua pekan ke depan ultimatum ini tidak dipatuhi, Pemerintah Aceh akan mengambil langkah hukum yang tegas bersama para bupati dan wali kota. Langkah ini disebut sebagai upaya penyelamatan hutan dari eksploitasi ilegal serta bagian dari penertiban tata kelola sumber daya alam di Aceh.
“Dua minggu dari sekarang, semua aktivitas ilegal harus keluar dari hutan Aceh,” kata Gubernur Aceh dengan nada serius.
Pemerintah Aceh akan menindaklanjuti temuan Panitia Khusus (Pansus) Mineral dan Batubara serta Minyak dan Gas dari DPRA yang baru-baru ini melakukan pemantauan di sejumlah titik lokasi tambang. Langkah awal, ujar Mualem, adalah melakukan penataan ulang terhadap perizinan pertambangan di Aceh.
Selanjutnya, Pemerintah Aceh juga akan melakukan penertiban dan pengawasan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Penertiban ini ditujukan tidak hanya pada aktivitas ilegal, tetapi juga terhadap pelaksanaan operasional tambang yang belum sesuai dengan ketentuan.
“Termasuk penertiban dan penataan tambang ilegal, karena tambang ilegal selama ini telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan juga tidak memberi manfaat bagi pendapatan daerah,” tegas Mualem.
Menurut data yang disebutkan Gubernur, Aceh menderita kerugian hingga Rp 2 triliun setiap tahun akibat aktivitas tambang emas ilegal. Kondisi ini dikatakan telah mencederai potensi pendapatan daerah yang seharusnya dapat mendukung pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
“Kita (Aceh) kerugian dua triliun rupiah per tahun dari emas saja, termasuk dari yang ilegal,” ujarnya.
Sebagai langkah lanjut, Pemerintah Provinsi Aceh akan mengeluarkan Instruksi Gubernur kepada para bupati, wali kota, dan Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA), untuk melakukan penataan dan penindakan di wilayah masing-masing.
Di sisi lain, Mualem juga menyinggung kondisi sumur minyak masyarakat yang tersebar di sejumlah wilayah. Berdasarkan pendataan pemerintah, sebanyak 1.630 sumur minyak telah teridentifikasi di empat kabupaten/kota yaitu Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Utara, dan Bireuen. Penataan terhadap sumur-sumur tersebut juga akan menjadi prioritas dalam kebijakan energi daerah ke depan.
Langkah tegas yang diambil Gubernur Aceh ini mendapat perhatian publik dan menjadi penanda keseriusan pemerintah dalam membenahi tata kelola pertambangan serta menyelamatkan lingkungan dari kerusakan sistemik akibat aktivitas ilegal.