Jakarta, 16 September 2025 – Polisi Militer (PM) Kodam Jayakarta mengungkap keterlibatan dua oknum anggota TNI Angkatan Darat dalam kasus penculikan kepala cabang pembantu (KCP) salah satu bank di Jakarta Pusat berinisial MIP (37). Kedua oknum tersebut, yakni Sersan Kepala (Serka) N dan Kopral Dua (Kopda) FH, diduga terlibat dalam aksi penculikan setelah dijanjikan imbalan sebesar Rp 100 juta oleh tersangka utama JP.
Komandan Polisi Militer Kodam Jayakarta, Kolonel CPM Donny Agus Priyanto, dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (16/9/2025), menjelaskan kronologi keterlibatan kedua oknum TNI AD tersebut. Menurut Donny, pada Minggu, 17 Agustus 2025, tersangka JP mendatangi rumah Serka N dan menawarkan imbalan uang untuk melakukan penculikan terhadap MIP. “Terkait berapa uang yang dijanjikan kepada Kopda FH dan Serka N ini untuk melakukan pembuatan tersebut dan berdasarkan hasil keterangan saksi dijanjikan nominal Rp 100 juta, kalau bahasanya ‘silahkan diatur’,” ujar Donny.
JP kemudian meminta Serka N untuk menjemput paksa seseorang yang akan dibawa kepada bosnya, tersangka DH. Pada 18 Agustus 2025, Serka N menghubungi Kopda FH, yang juga merupakan oknum TNI AD, untuk meminta bantuan dalam pelaksanaan penjemputan tersebut. Kopda FH pun meminta uang operasional sebesar Rp 5 juta, yang kemudian disanggupi oleh Serka N.
Selanjutnya, pada Rabu, 20 Agustus 2025, Serka N bertemu dengan JP dan menerima uang tunai sebesar Rp 95 juta yang akan digunakan untuk kegiatan penculikan. Setelah menerima uang tersebut, Serka N menyerahkannya kepada Kopda FH di sebuah kafe di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur.
Dengan pelibatan sejumlah tersangka lainnya, penculikan terhadap korban MIP pun dieksekusi di parkiran Lotte Mart Pasar Rebo, Jakarta Timur, pada hari yang sama. Namun, nasib tragis menimpa korban. MIP ditemukan tewas keesokan harinya di areal persawahan wilayah Serang Baru, Kabupaten Bekasi, dalam kondisi kaki dan tangan terikat serta mulut terlakban.
Kolonel Donny Agus Priyanto menambahkan, beberapa waktu sebelum kejadian penculikan, kedua oknum TNI tersebut berstatus tidak hadir tanpa izin (THTI) dan sedang dalam pencarian oleh kesatuannya. Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, keduanya belum dikategorikan sebagai desersi. “Belum desersi. Tapi di THTI. Itu sudah masuk dalam pidana militer. Kaitannya dengan masalah THTI-nya nanti akan kami jelaskan lebih lanjut,” kata Donny.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan oknum aparat yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat. Proses hukum terhadap para tersangka, baik dari unsur sipil maupun militer, kini tengah berjalan dan menjadi sorotan berbagai pihak.***