Kutacane — Nama Kepala Desa (Keuchik) Lawe Pinis, Kecamatan Darul Hasanah, Kabupaten Aceh Tenggara, kini jadi perbincangan hangat warga dan publik luas. Di tengah isu memiliki tiga istri, sang keuchik justru tersandung dugaan serius penyelewengan dana desa yang nilainya mencapai Rp1 miliar. Tak lagi dikenal sebagai sosok sederhana, kepala desa ini kini disebut mengalami “perubahan drastis” gaya hidup sejak menjabat.
Laporan terhadap keuchik dilayangkan oleh tujuh warga Desa Lawe Pinis ke Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara, Jumat (3/10/2025). Warga menyerahkan dokumen dugaan korupsi dana desa mulai dari tahun anggaran 2022 hingga 2024, lengkap dengan bukti-bukti awal yang mereka klaim telah diverifikasi.
“Kami hanya ingin kejelasan. Banyak proyek desa yang tidak terlihat hasilnya, tapi anggarannya sudah cair. Ini uang rakyat, bukan untuk memperkaya pribadi,” ujar salah satu warga pelapor, yang meminta namanya tidak dipublikasikan.
Dalam laporan tersebut, warga menuding adanya sejumlah kegiatan fiktif, penggelembungan anggaran (mark up), serta proyek pembangunan yang tak kunjung terealisasi meski dana sudah habis digunakan. Tak hanya soal keuangan, warga juga menyoroti perubahan kehidupan pribadi sang keuchik yang dinilai mencolok sejak menjabat.
Salah satu isu yang ikut menyeruak ke permukaan adalah kabar bahwa sang kepala desa memiliki tiga istri, salah satunya disebut masih tinggal di desa yang sama. Isu ini makin memperkeruh suasana, karena dianggap jadi gambaran dari gaya hidup baru sang keuchik yang dinilai jauh dari kesederhanaan.
“Sebelum menjabat, dia biasa saja, dekat dengan rakyat. Tapi sekarang seperti pejabat tinggi. Mobil ganti, rumah mewah, bahkan kabarnya istrinya tiga,” kata salah satu warga.
Kisah yang tadinya hanya beredar dari mulut ke mulut warga kini berubah menjadi tindakan nyata. Warga tak hanya melapor ke kejaksaan, mereka juga dibantu oleh sebuah lembaga jaringan pelapor publik yang melanjutkan laporan serupa ke beberapa institusi penegak hukum nasional, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mabes Polri, hingga Mahkamah Konstitusi.
“Kami sudah tidak tahan. Ini bukan soal politik, ini soal keadilan. Uang desa yang seharusnya untuk pembangunan, malah habis tanpa hasil. Kami minta semua lembaga hukum menindaklanjuti,” tegas salah satu warga lainnya yang ikut dalam rombongan pelapor.
Masyarakat menilai, jika masalah ini dibiarkan, akan menciptakan preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan desa. Apalagi, dana desa merupakan salah satu program andalan pemerintah pusat untuk pembangunan di tingkat paling bawah.
Warga kini berharap aparat penegak hukum serius menyikapi laporan tersebut. Mereka menuntut dilakukan audit menyeluruh terhadap kas desa Lawe Pinis, serta pemanggilan terhadap semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan dana desa selama tiga tahun terakhir.
“Kalau aparat hukum diam, lama-lama rakyat bisa hilang kepercayaan. Kami ingin keadilan nyata, bukan janji manis,” tegas seorang tokoh masyarakat di sela-sela aksi pelaporan.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari Kepala Desa Lawe Pinis maupun pihak Kejari Aceh Tenggara terkait laporan tersebut. Sementara itu, warga tetap berkomitmen mengawal proses hukum hingga tuntas dan mengajak desa-desa lain untuk lebih peduli terhadap pengawasan dana publik di tingkat kampung.