Kutacane — Dana Desa Istiqamah Tahun Anggaran 2024 kembali menjadi perhatian publik setelah ditemukan dugaan penyimpangan serius dalam penggunaan alokasi tahap pertama. Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Aceh Tenggara, Andrian Pelis, mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk menyelidiki kemungkinan pelanggaran dalam pengelolaan dana tersebut, yang dinilai tidak sesuai dengan amanah regulasi nasional.
Dari total pagu anggaran sebesar Rp598.946.000, desa tersebut telah mencairkan tahap pertama senilai Rp281.027.600 pada 26 Maret 2024. Namun, alokasi untuk program Bantuan Langsung Tunai (BLT), yang seharusnya menjadi prioritas utama dan wajib mencapai minimal 40 persen dari total pagu sesuai dengan ketentuan pemerintah pusat, ternyata hanya disalurkan sebesar Rp35,7 juta atau sekitar 12,7 persen.
Ketimpangan ini mengindikasikan adanya pengabaian terhadap hak masyarakat miskin yang menjadi sasaran utama program BLT. Sementara BLT disalurkan jauh di bawah proporsi yang ditentukan, dana justru banyak diarahkan untuk proyek pembangunan fisik seperti jalan rabat beton permukiman sebesar Rp100 juta dan jalan usaha tani sebesar Rp93,7 juta. Keputusan penggunaan anggaran ini memunculkan pertanyaan serius mengenai skala prioritas dan urgensinya di tengah keterbatasan ekonomi warga.
Tak hanya itu, belanja lain seperti honorarium operator desa sebesar Rp7,2 juta serta biaya penyelenggaraan informasi publik sebesar Rp1 juta, meski masih dalam batas aturan, turut menegaskan kecenderungan belanja yang lebih berorientasi pada perangkat, bukan penerima manfaat langsung. Ini menjadi sinyal bahwa transparansi dan prinsip keadilan sosial tidak berjalan semestinya.
Audit internal mencatat bahwa penyaluran tahap pertama tidak menggambarkan keberpihakan terhadap program prioritas nasional, dan membuka ruang lebar bagi terjadinya dugaan penyalahgunaan anggaran. Hingga saat ini, pencairan tahap kedua belum dilakukan, yang semestinya bisa dimanfaatkan untuk menalangi kekurangan BLT. Kekosongan ini semakin memperbesar potensi pelanggaran terhadap regulasi Dana Desa.
Andrian menyampaikan kepada awak media pada Jumat, 26 September 2025, bahwa jika kondisi ini dibiarkan berlarut tanpa koreksi, maka masyarakat miskin akan terus mengalami kerugian ganda: tidak mendapatkan hak, serta menyaksikan anggaran lebih banyak terserap pada proyek yang efektivitas dan urgensinya layak dipertanyakan.
“Kalau ini terus dilanjutkan tanpa pengusutan, artinya negara lewat aparatnya membiarkan penyimpangan berjalan terbuka. Ini bukan sekadar soal administrasi, ini soal keadilan sosial bagi yang paling lemah,” tegas Andrian.
Ia mendesak agar Inspektorat, Kepolisian, maupun Kejaksaan segera turun tangan mengaudit laporan penggunaan tahap pertama Dana Desa Istiqamah, dan memastikan penelusuran atas dugaan pelanggaran dilakukan secara menyeluruh dan transparan.
Upaya awak media untuk mengkonfirmasi Kepala Desa Istiqamah melalui pesan WhatsApp pada Jumat, 26 September 2025, belum mendapatkan tanggapan. Hingga berita ini diturunkan, tidak ada pernyataan resmi terkait dugaan penyalahgunaan anggaran dimaksud.
Jika tidak segera ada tindakan, kasus ini berpotensi menjadi preseden buruk dalam tata kelola dana desa dan melemahkan kepercayaan publik terhadap komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi di tingkat akar rumput.
Laporan: Salihan Beruh