Kutacane – Suasana sejuk dan penuh kedamaian terasa di halaman Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tenggara pada Kamis (4/9/2025). Ratusan mahasiswa yang menggelar aksi damai disambut langsung oleh pimpinan DPRK dan Kapolres Aceh Tenggara. Tidak ada ketegangan maupun jarak yang membatasi, melainkan pertemuan terbuka yang memperlihatkan ruang dialog antara mahasiswa, legislatif, dan aparat kepolisian.
Sejak pagi, massa mahasiswa berkumpul di depan gedung DPRK. Alih-alih disambut dengan barikade aparat, mereka dipersilakan duduk bersama di pelataran gedung dewan. Pimpinan DPRK bersama anggota serta Kapolres Aceh Tenggara, AKBP Yulhendri, S.I.K., membuka ruang komunikasi untuk mendengar aspirasi para mahasiswa.
Polres Aceh Tenggara sendiri menerapkan pola pengamanan yang mengedepankan pendekatan humanis. Personel kepolisian hadir tidak sekadar untuk mengamankan jalannya aksi, tetapi juga membangun suasana ramah dan persuasif. Situasi ini membuat aksi berjalan tertib dan damai, jauh dari ketegangan yang kerap muncul dalam demonstrasi. Kapolres Aceh Tenggara melalui Kasi Humas menegaskan bahwa setiap suara mahasiswa adalah bagian dari demokrasi yang patut dihargai. “Kami hadir bukan untuk membatasi, tetapi mendampingi agar penyampaian aspirasi berlangsung aman. Setiap tuntutan yang disampaikan akan menjadi catatan penting,” ujar Kapolres.
Sikap terbuka aparat kepolisian ini membuat mahasiswa merasa nyaman menyuarakan pendapatnya. Sejumlah isu daerah yang mereka bawa disampaikan dengan lancar, sementara pimpinan DPRK berkomitmen menindaklanjuti sesuai mekanisme kelembagaan. Di sela-sela aksi, Kapolres mengajak seluruh peserta, pimpinan DPRK, dan pejabat daerah yang hadir untuk mengheningkan cipta dan berdoa bersama. Doa dipanjatkan bagi pengemudi ojek online yang kerap berjuang di jalanan, serta untuk anggota kepolisian yang gugur maupun terluka dalam menjalankan tugas. Momen hening itu menambah khidmat suasana aksi, sekaligus mempertebal rasa empati antara masyarakat, aparat, dan mahasiswa.
Menjelang berakhirnya aksi, Kapolres Aceh Tenggara membagikan beras kepada para mahasiswa. Gestur ini dimaknai sebagai bentuk kepedulian sekaligus simbol kebersamaan. Mahasiswa menyambutnya dengan rasa hormat, dan aksi pun ditutup dengan doa bersama. Seruan untuk menjaga persatuan, kedamaian, dan kebersamaan di Bumi Sepakat Segenep menjadi penutup yang menegaskan bahwa perbedaan suara tidak harus melahirkan perpecahan. Sebaliknya, perbedaan dapat dijembatani melalui dialog terbuka dan sikap saling menghargai.
Dengan berakhirnya aksi damai itu, Aceh Tenggara memperlihatkan wajah demokrasi lokal yang teduh. Aspirasi mahasiswa tersampaikan, legislatif mendengar, dan kepolisian hadir sebagai pengawal yang humanis. Harmoni yang tercipta menjadi bukti bahwa demokrasi dapat tumbuh tanpa harus kehilangan nilai kebersamaan.
Laporan : Yasir Asbalah