Kutacane — DPW Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Korek kembali mengkritik dugaan praktik penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dinilai tidak wajar di SPBU Pertamina Lawe Desky, Kecamatan Babul Makmur, Kabupaten Aceh Tenggara. LSM tersebut menilai pengisian BBM menggunakan jerigen masih banyak ditemukan, padahal situasi di lapangan menunjukkan masyarakat kesulitan memperoleh BBM untuk kebutuhan harian.
Ketua LSM Korek Provinsi Aceh, Irwansyah Putra, menyebut praktik pengisian melalui jerigen oleh oknum tertentu sebagai bentuk ketidakadilan. Warga harus antre panjang, bahkan kerap kehabisan stok, sementara jerigen-jerigen dengan leluasa dilayani di SPBU.
“Kami menduga ada unsur pembiaran. Bagaimana mungkin SPBU bisa melayani jerigen tanpa pengawasan ketat padahal warga yang antre hanya dapat beberapa liter? Ini bukan hanya menyakiti rasa keadilan, tetapi juga berpotensi melanggar aturan,” ujar Irwansyah dalam keterangannya.
Ia mengingatkan bahwa penyaluran BBM bersubsidi sebenarnya telah diatur dengan jelas melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM, serta juknis teknis dari BPH Migas dan Pertamina. Dalam aturan itu, disebutkan bahwa penyaluran BBM bersubsidi harus tepat sasaran dan hanya boleh diberikan kepada konsumen yang berhak, yang identitas dan peruntukannya terdata dengan baik.
“Pengisian BBM menggunakan jerigen memang dibolehkan untuk kebutuhan tertentu, seperti pertanian dan nelayan. Tapi jumlahnya dibatasi dan harus disertai dokumen atau barcode resmi dari pemerintah desa atau dinas terkait. Kalau isinya melebihi 60 liter seperti yang kami temukan, ini jelas menyalahi ketentuan,” katanya.
Menurut LSM Korek, ada indikasi kuat bahwa sebagian pengisian ke jerigen ini disalahgunakan, baik untuk penimbunan maupun pencampuran ulang (oplosan), yang akhirnya dijual kembali dengan harga lebih tinggi. Campuran BBM yang tidak murni juga bisa menyebabkan kerusakan mesin, karena memicu pembakaran tidak sempurna dan meninggalkan kerak di injektor maupun karburator.
“Kondisi seperti ini harus dihentikan. Jangan sampai BBM subsidi yang seharusnya untuk rakyat kecil, justru jadi celah bisnis oknum tertentu di lapangan. Negara sudah ada regulasi, tinggal penegakannya saja,” tegasnya.
LSM Korek mendesak aparat penegak hukum (APH) dan Pertamina Wilayah Aceh untuk turun ke lapangan dan melakukan investigasi mendalam terhadap praktik penyaluran BBM di SPBU Lawe Desky. Mereka juga meminta BPH Migas dan pemerintah daerah memperketat pengawasan distribusi BBM bersubsidi, terutama di kawasan yang rawan penyimpangan.
Menjawab kritikan tersebut, Humas SPBU Pertamina Lawe Desky memberikan klarifikasi. Mereka menyatakan bahwa pengisian BBM menggunakan jerigen dilakukan untuk keperluan non-kendaraan seperti untuk alat pertanian dan kapal kecil, dan sudah sesuai dengan ketentuan serta disertai barcode dari dinas dan desa.
“Mengenai soal adanya pengisian pakai jerigen, itu kebutuhan non-kendaraan. Pemohon sudah punya barcode non kendaraan melalui dinas dan desa masing-masing,” ujar pihak SPBU.
Pihak Pertamina Lawe Desky juga menegaskan bahwa mereka beroperasi 24 jam dan belum pernah mengalami kekosongan stok BBM untuk masyarakat. Namun, mereka tidak memberikan penjelasan lebih lanjut terkait dugaan volume BBM yang melampaui batas maksimal per jerigen.
Meski begitu, LSM Korek meminta agar penjelasan dari SPBU tidak hanya dijadikan dalih, melainkan diuji secara factual di lapangan. Mereka mendorong agar instansi terkait melakukan audit dan pemeriksaan rutin ke SPBU, serta memastikan semua distribusi berjalan sesuai regulasi yang berlaku, utamanya Perpres 191/2014 dan aturan teknis BPH Migas.
Publik berharap, dengan banyaknya sorotan dari masyarakat sipil, distribusi BBM ke depan bisa lebih transparan, adil, dan tepat sasaran, tanpa membuka peluang bagi praktik penyelewengan oleh oknum tertentu.