Jakarta — Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri berhasil membongkar jaringan sindikat pembobolan rekening bank dormant dengan nilai kerugian fantastis mencapai Rp204 miliar. Aksi para pelaku terendus setelah tim Subdit 2 Perbankan Dittipideksus menerima laporan polisi pada 2 Juli 2025 dan melakukan penyelidikan intensif sejak awal bulan tersebut.
Modus operandi sindikat ini terbilang canggih. Mereka menyamar sebagai anggota satuan tugas (satgas) perampasan aset, kemudian menyusup ke sistem perbankan melalui kerja sama dengan oknum internal bank. Rekening bank dormant — yakni rekening yang tidak aktif dalam jangka waktu tertentu — menjadi sasaran empuk untuk dipindahkan dananya ke sejumlah rekening penampungan tanpa sepengetahuan pemilik sah.
“Kunci keberhasilan pengungkapan ini adalah kerja cepat, analisis mendalam, serta kolaborasi lintas lembaga yang solid, khususnya antara Subdit 2 Perbankan Bareskrim dengan PPATK,” ujar Brigjen Pol Helfi Assegaf, Dirtipideksus Bareskrim, dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Kamis (25/9/2025).
Brigjen Helfi menjelaskan, eksekusi pembobolan dilakukan tepat pada hari Jumat pukul 18.00 WIB, saat sistem pengawasan bank sedang longgar di luar jam operasional. Salah satu pelaku, yang merupakan mantan teller bank, diberikan akses User ID sistem core banking oleh Kepala Cabang Pembantu. Melalui jalur ini, dana hingga ratusan miliar rupiah berhasil dipindahkan secara ilegal.
Setelah dana dipindahkan, sindikat menyebarkannya ke lima rekening penampungan. Namun, gerak mereka akhirnya terdeteksi berkat sistem pemantauan internal bank yang segera melapor ke pihak kepolisian.
“Seluruh dana telah berhasil kami telusuri dan pulihkan,” kata Brigjen Helfi.
Polri menetapkan 9 orang sebagai tersangka, yang terbagi dalam tiga kelompok berbeda:
- Oknum Internal Bank
- AP (Kepala Cabang Pembantu)
- GRH (Consumer Relation Manager)
- Pelaku Pembobolan
- C alias K (Otak utama, mengaku sebagai Satgas)
- DR (Konsultan hukum)
- NAT (Mantan pegawai bank, sebagai operator transaksi ilegal)
- R (Mediator)
- TT (Fasilitator keuangan)
- Pelaku Pencucian Uang
- DH (Ahli pembuka blokir rekening)
- IS (Pemilik rekening penampungan)
Khusus untuk C alias K dan DH, Polri menyebut keduanya juga diduga terkait dalam kasus penculikan Kepala Cabang Bank BRI Cempaka Putih, yang saat ini tengah ditangani oleh Polda Metro Jaya.
Dalam pengungkapan kasus ini, tim penyidik turut mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain:
- 22 unit ponsel
- 1 hard disk eksternal
- 2 DVR CCTV
- 1 mini PC
- 1 laptop merek Asus ROG
Para tersangka dijerat dengan pasal-pasal dari empat undang-undang berbeda, yakni:
- Undang-Undang Perbankan – Hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp200 miliar
- Undang-Undang ITE – Hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda Rp600 juta
- Undang-Undang Transfer Dana – Hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp20 miliar
- Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) – Hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp10 miliar
Brigjen Helfi mengimbau masyarakat agar tidak mengabaikan keaktifan rekening pribadi. Ia menekankan pentingnya memperbarui data diri secara berkala dan mengaktifkan notifikasi transaksi.
“Banyak masyarakat yang tidak sadar jika rekening dormannya bisa menjadi target sindikat seperti ini. Maka penting untuk rutin mengecek aktivitas, memperbaharui data, dan memastikan keamanan akun,” ujarnya.
Hingga kini, penyidik masih mengembangkan kasus tersebut untuk menelusuri kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain, termasuk kemungkinan jaringan lebih besar yang beroperasi di luar Jakarta.
Polri menegaskan komitmennya untuk memberantas kejahatan digital di sektor perbankan, termasuk potensi kolusi internal yang dapat mengganggu kepercayaan publik terhadap sistem keuangan nasional.