Jakarta — Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil, mengeluarkan pernyataan keras terkait kebijakan kontroversial Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, yang melakukan razia terhadap kendaraan berpelat Aceh. Nasir menilai tindakan tersebut tidak hanya inkonstitusional, tetapi juga mengandung potensi perpecahan sosial antarwilayah.
“Cabut kebijakan itu segera. Kebijakan itu mengingkari prinsip keharmonisan antardaerah. Tanya Bobby, STNK itu produk nasional atau bukan? Tanya juga apakah dia masih mengakui Merah Putih sebagai bendera Republik Indonesia?” kata Nasir dalam keterangannya, Sabtu (28/9).
Menurutnya, Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) adalah dokumen legal nasional yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia tanpa terkecuali. Karena itu, tidak ada alasan yang membenarkan pembatasan kendaraan dari provinsi lain melintas di suatu daerah selama dokumen kendaraan sah dan lengkap.
“Ini kebijakan kontra harmoni yang dilakukan oleh seseorang yang memangku jabatan sebagai gubernur. Bukan saja keliru, tapi juga berbahaya bagi sistem kenegaraan dan semangat persatuan kita,” tegas politisi asal Aceh itu.
Nasir juga menyoroti soal pendanaan infrastruktur publik, termasuk jalan raya yang digunakan oleh masyarakat lintas daerah. Ia mengingatkan bahwa dana pembangunan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang merupakan uang rakyat, tanpa memandang batas administratif provinsi.
“Semua ruas jalan di negeri ini menggunakan uang rakyat. Tidak ada dasar moral maupun hukum untuk mendiskriminasi pengguna jalan hanya karena pelat mereka berasal dari provinsi lain,” ujarnya.
Komisi III DPR RI, lanjut Nasir, mendesak Kepolisian Daerah Sumatera Utara untuk bergerak cepat menindak kebijakan yang dinilai melanggar hukum dan mengganggu ketertiban umum. Jika perlu, kata dia, aparat dapat menempuh langkah hukum terhadap pejabat yang menginisiasi kebijakan tersebut.
“Komisi III DPR RI meminta pihak kepolisian untuk menangkap Bobby jika ia tetap bersikeras. Kebijakan itu bisa membenturkan warga antardaerah dan menimbulkan potensi konflik sosial,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa penegakan hukum terhadap pelanggaran di sektor transportasi dan distribusi seharusnya dilakukan oleh lembaga berwenang sesuai prosedur yang berlaku, bukan melalui tindakan sepihak oleh kepala daerah.
“Seorang gubernur sepatutnya melihat persoalan secara jernih dan menyeluruh, bukan bertindak secara parsial apalagi memanfaatkan jabatan untuk mengambil alih fungsi penegakan hukum,” pungkas Nasir.
Hingga berita ini dimuat, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara belum memberikan penjelasan resmi terkait polemik razia tersebut. Sementara itu, publik menanti sikap tegas aparat serta klarifikasi dari Gubernur Sumut atas tindakan yang semakin menuai kontroversi dan kekhawatiran antarmasyarakat. (*)